Entrepreneurship
now browsing by category
GO GLOBAL EXPANSION
Sekira tiga tahun lalu, saya bertemu salah satu kawan entrepreneur sukses Indonesia dengan segudang prestasi, Hendy Setiono, Founder & CEO Kebab Turki Babarafi.
Hendy banyak sharing tentang perjalanan bisnisnya yang luar biasa. Di tahun ke-13 saat itu, Babarafi telah memiliki 2 kantor pusat (Surabaya & Jakarta), 1.101 outlet di 9 negara, dan 1.900 karyawan.
Di usia yang masih muda, Hendy telah menjelma menjadi sosok yang cerdas dan matang, baik dalam hal strategi dan pemikiran maupun sikap.
Saat itu, sebelum ke Bandung, Hendy baru saja pulang dari Bangladesh untuk peresmian pembukaan cabang baru Kebab Turki Babarafi di sana.
Go Global! Inilah satu isu menarik yang kini juga tengah digelorakan oleh GIMB. Setiap entrepreneur GIMBers harus punya mindset ini : Borderless & Go Global!
Hendy banyak cerita kesuksesan entrepreneur muda negeri tetangga yang bisnisnya “menggurita” melalui franchise dan go global. Beberapa diantaranya adalah :
1. Bryan Loo, anak muda Malaysia ini berhasil mengembangkan jaringan kedai minuman, Chatime. Dimulai tahun 2010, meski menjadi Master Franchisee dari Taiwan, Loo saat ini memiliki 100 lebih outlet dengan omset 400 Miliar/th.
2. Edgar Sia, pengusaha muda asal Philipines yang berhasil mengembangkan jaringan “Mang Inasal”. Bukan orang Sunda lho! Mang Inasal artinya Ayam Bakar. Dibangun sejak 2004 dan kini punya 360 outlet dengan omset ratusan miliar per tahun.
3. Top Ittipat, anak muda Thailand yang langsung melejit namanya setelah rilis filmnya yang inspiring dan saya suka : The Billionaire. Sejak 2004 hingga kini memiliki 3000 outlet di berbagai negara dengan omset triliunan!
Kisah epik yang membanggakan. Lalu, pertanyaanya : Kenapa mereka bisa seperti itu? Bagaimana caranya? Nah ini dia jawabannya :
Hendy Babarafi juga berbagi tips suksesnya. Tapi sebelum saya ungkap rahasianya. Ada kisah menggelitik dan inspiratif dari Hendy Setiono.
Ternyata oh ternyata, di tahun kedua dia buka usaha Kebab Babarafi, dia bilang hampir bangkrut. Ini beneran lho! Bisnisnya benar-benar nyaris bubar!
Lha, kenapa? Jujur katanya, akar masalahnya adalah ini : “saya bener-bener sama sekali nggak tahu ilmu manajemen bisnis!” Nah lhoo, ternyata memang mau gak mau, entrepreneur harus melek manajemen!
Ya toh? Bener toh? Hehe. Inilah juga yang selalu ditekankan di GIMB Entrepreneur School. Inilah juga yang tak banyak dimiliki UMKM Indonesia.
Masih ingat? “Level bisnis kita, tak kan bisa melebihi level leadership kita!”dan Manajemen Modern telah diakui oleh Garry Hammel sebagai inovasi terpenting abad ini!
Ok, sekarang saatnya saya share apa saja faktor-faktor kunci yang harus dipersiapkan dan dibangun, agar kita bisa melakukan Global Expansion.
1. Branding
Kekuatan brand dibangun dari semua lini secara keseluruhan, dari A sampai Z. Inilah pentingnya membangun brand dari awal, jangan hanya fokus pada Selling. Brand terbangun dari values produk dan layanan kita.
2. System
Kerja keras menjual produk juga harus diimbangi dengan kerja keras membangun sistem. Di sinilah pentingnya manajemen dan superteam. Buat SOP semua fungsi manajemen : Finance, Marketing, Operation, Human, plus IT.
3. Support
Merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem perusahaan. Kesediaan dan kesiapan support, sangat diperlukan dalam sebuah jaringan usaha global.
4. Sharing Experience
Prinsip franchise didasari oleh spirit Sharing Economy, dimana terdapat unsur berbagi laba dan berbagi pengalaman sukses.
5. Marketing
Ujung tombak yang tujuannya membangun branding dan meningkatkan selling serta memelihara dan melipatgandakan customer.
6. Supply Product
Jaminan ketersediaan pasokan bahan baku material, proses produksi, dan produk akhir sangat penting untuk bisa dikendalikan.
Jika ke-6 kunci di atas terpenuhi, berarti bisnis Anda sudah siap Go Global Expansion!
Agus Santoso, Founder GIMB
TIPS MENGATASI STRESS BAGI ENTREPRENEUR
Bagi seorang pengusaha, banyak tanggal merah adalah “bencana”. Lain lagi bagi para karyawan, tanggal merah adalah “anugerah”. Setidaknya itulah stress yang dialami salah seorang pengusaha muda dan siswa GIMB Entrepreneur School (GES), saat berbincang menghadapi bulan Mei, bulan terbanyak tanggal merah di tahun 2015.
Menghadapi deadline pengerjaan produksi memang tak mengenal ampun dan toleransi. Sebagai bentuk tanggung jawab, pelayanan prima, dan orientasi kepuasan pelanggan, seorang pengusaha harus berusaha memenuhi setiap penyelesaian order dengan tepat waktu. Keterlambatan satu menit saja, sudah menjadi wanprestasi yang mencoreng nama baik diri dan perusahaan.
Masa jelang deadline inilah yang seringkali menjadi masa-masa kritis yang membebani pikiran dan perasaan para pengusaha. Masa-masa yang selalu membuat sport jantung. Masa inilah yang biasanya menjadi sumber pemicu stress para pengusaha. Lantar bagaimana solusinya?
Setidaknya ada dua kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pengusaha. Pertama, kemampuan hard skill, seperti dalam hal manajemen produksi dan manajemen SDM, mulai dari perencanaan produksi, penentuan bahan material, penentuan jumlah dan kemampuan SDM, membuat timeline, penggunaan alat, hingga finishing dan delivery.
Kedua, kemampuan soft skill. Nah dalam tulisan saya kali ini, karena ruangnya sangat terbatas, saya menitikberatkan pembahasan pada faktor kemampuan soft skill seorang pengusaha menghadapi masa kritis pemicu stress. Pada dasarnya, stress digolongkan ke dalam 2 jenis, yaitu stress positif dan stress negatif.
Stress positif adalah stress dalam tingkatan kecil hingga menengah. Dalam level ini, stress dapat “dimanfaatkan” untuk meningkatkan performa kerja, memacu adrenalin secara positif dan produktif, sehingga bisa mencapai target secara efektif dan efisien. Seseorang bila tanpa ada stress, justru malah berakibat negatif, seperti kejenuhan, tidak produktif, dll.
Sedangkan, stress negatif terjadi dalam tingkatan menengah ke tinggi. Dalam level ini, seseorang kesulitan untuk mengendalikan pikiran dan perasaannya, sehingga terjadi emosional dan fisiknya terganggu (“hang otak”). Akibatnya bisa mengarah pada kegelisahan (anxiety), depresi, tekanan darah tinggi, dan bisa melakukan hal-hal tak terkontrol yang berbahaya.
Solusinya, pertama tindakan fisik seperti, melakukan relaksasi, teknik pernafasan, ke luar dari rutinitas, yoga, dll. Kedua, tindakan non fisik, dengan melakukan Brain Management. Prinsipnya adalah mengurangi aktivitas neocortex (pikiran), dengan menurunkan frekuensi otak hingga ke kondisi alpha (8-12 Hz), dan mengaktivasi hati, menariknya ke dalam perasaan positif, sehingga pikiran kembali positif.
Agus Santoso, Founder GIMB
KARAKTER KUAT ENTREPRENEUR
Landak punya karakter “gigih” dan “fokus pada tujuan”. Apapun tantangan dan rintangannya, tetap fokus pada pencapaian tujuan. Ini yang patut ditiru.
Bagi entrepreneur, tentunya tujuan yang telah benar-benar didasari potensi kekuatan, didasari keyakinan kuat, dan niat ikhlas serta memberi kebermanfaatan besar.
Saking fokusnya, landak tak tergoda kiri-kanan. Tak tergoda hadapi ini-itu. Tak tergoda coba ini-itu. Meski di depan mata. Cukup kembangkan duri, go ahead! Pokona mah sabisa-bisa, kudu bisa! Luar biasa bukan?
Hewan lain yg bisa jadi inspirator entrepreneur adalah Kecoa. Lho kok kecoa? Yup, sebagian besar orang, termasuk saya, punya segudang stereotif negatif tentang kecoa. Betul?
Tapi tunggu dulu. Setiap makhluk yg diciptakan Allah SWT tidak diciptakan sia-sia, termasuk kecoa. Meski saya sempat tak habis pikir, apa sebenarnya manfaat kecoa?
Selain bermanfaat bagi produsen obat anti serangga dan membuat Sang CEO Google, Sundar Pichai terinspirasi saat melihat respon Waiters Cafe bertindak calm & smart membuang kecoa.
Ternyata, kecoa punya karakter kuat dalam hal “kegigihan” dan “daya juang”. Betul? Saya mengalami sendiri, bagaimana jengkelnya menggebuk serangga kuat ini dari ruang kamar.
Setelah badannya terbalik, dia berjuang keras balik kembali. Setelah sayapnya patah, dia tetap beruaaha terbang. Bahkan sampai kepalanya putus. Naudzubillah. Duh, kok jadi serem gini ceritanya ya. Hehe.
Kecoa seolah punya “banyak nyawa”, susah matinya, pantang menyerah, gak ada putus asa, tahan banting, gigih luar biasa, berjuang keras, mesti kurang cerdas.
Karakter itulah yg harus dimiliki para entrepreneur. Dan ternyata, karakter kecoa ini telah menjadi sumber inspirasi tim mentor Google Lauchpad Accelerator dalam menyuntik karakter “persistent” para startup binaannya.
Saya teringat tipe manusia dalam memghadapi tantangan menurut Paul Stoltz, karakter kecoa ini termasuk tipe Climbers, bukan Campers atau Quitters.
Kalau tipe manusia dalam belajar dan menghadapi tantangan menurut Prof. Carol Dweck dari Stanford, karakter kecoa ini termasuk tipe Growth Mindset, bukan Fixed Mindset.
Hmm.. saya pilih mana ya?
Agus Santoso